LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGANTAR
VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
“PENGENDALIAN
DAN PEMBERANTASAN LALAT”
Disusun Oleh:
Arfiyanti Diah Witjaksani
J410140094
Kesmas 3C/Shift D
Pengampu:
Sri Darnoto, SKM.,M.Kes.
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A.
Latar
Belakang
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor
penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropodborne disease atau sering
disebut juga sebagai vectorborne disease. Penyakit ini merupakan penyakit yang
penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menimbulkan
bahaya kematian.
Vektor adalah jenis serangga dari filum Arthropoda yang dapat memindahkan/
menularkan suatu penyakit (infectiuous agent) dari sumber infeksi kepada induk
semang yang rentan (susceptible host). Binatang pengganggu dalam hal ini
termasuk filum Chordata yang umumnya merupakan binatang mengerat yang dapat
merusak tanaman, harta benda, makanan, dan yang lebih penting lagi dapat
menjadi induk semang (host) bagi beberapa penyakit tertentu. Induk semang
adalah suatu media yang paling baik untuk hidup dan berkembang biaknya bibit
penyakit menular di dalam tubuh host tersebut kemudian setelah dewasa/matang
akan menularkan kepada host lain melalui gigitan, sengatan, sekresi/kotoran
dari host terinfeksi tersebut.
Arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas/bersendi-sendi (arthron=sendi,
poda=kaki). Dari filum Arthropoda tersebut salah satu yang menjadi vektor yaitu
(Chandra, 2006) :
·
Lalat Rumah (Housefly)
Lalat rumah,
Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia.
Seluruh lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa hidup
kira-kira satu bulan. Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis usus dan
saluran kencing serta saluran kelamin.
Lalat adalah
vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing,
Luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. Dianggap
sebagai vektor penyakit typhus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery
bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax,
frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis dan penyakit
spirochaeta.
·
Lalat Pasir (Sandfly)
Lalat pasir
ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi.
Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore;
dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh
Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan
oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama
ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan
virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian
Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis
berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis,
ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.
·
Lalat Tsetse (Tsetse Flies)
Lalat tsetse
adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan
peliharaan. Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi trypanosoma
pada hewan peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang menjadi, penyebab
trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes.
Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia adalah species
G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G.
tachhinoides.
·
Lalat Hitam (Blackflies)
Adalah vektor
penyakit Oncheocerciasis di Afrika adalah species Simulium damnosum dan S.
neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum.
Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan
onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.
Adapun
upaya-upaya terhadap pengendalian vektor lalat tersebut sebagai berikut:
1. Pengendalian
Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat juga merupakan species
yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan
penyakit saluran pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain lain.
Pada saat ini dijumpai ± 60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua
species perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap
kesehatan masyarakat. Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua
bagian dari tubuh lalat seperti: bulu badan, bulu pada anggota gerak,
muntahan serta faecesnya.
Dalam upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari upaya peningkatan
kesehatan lingkungan salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor
penyakit. Pengendalian vektor penyakit merupakan tindakan pengendalian
untuk mengurangi atau melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh
binatang pembawa penyakit, seperti lalat (Budiman dan Suyono, 2010).
Dalam melakukan pengendalian perlu juga dilakukan pengukuran tingkat
kepadatannya dimana data ini dapat dipakai untuk merencanakan upaya
pengendalian yaitu tentang kapan, dimana, dan bagaimana pengendalian akan
dilakukan.
Adapun peralatan yang dipakai untuk mengukur dan menghitung kepadatan
lalat, antara lain:
·
Dalam Bangunan : Perangkap lalat ultraviolet, dan Sticky trap
·
Luar Bangunan : Fly
grill, Sticky trap, dan Perangkap umpan
2.
Pemberantasan Lalat
Pemberantasan
lalat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Usaha
pemberantasan lalat melalui tindakan penyehatan lingkungan
·
Menghilangkan tempat-tempat
pembiakan lalat;
·
Melindungi makanan terhadap
kontaminasi oleh lalat;
·
Pengangkutan/pembuangan sampah yang
dilakukan setiap hari dengan cara yang memenuhi syarat;
·
Tempat penampungan sampah diberi
alas yang kedap air, misalnya semen;
·
Adanya jamban/kakus yang tidak mudah
dihinggapi lalat (tertutup).
b. Membasmi
larva lalat
c. Pembasmian Lalat Dewasa
Untuk
membasmi lalat dewasa bisa dilakukan penyemprotan udara:
·
Dalam rumah : penyemprotan dengan
0,1% pyrethrum dengan synergizing agents;
·
Diluar rumah : fogging dengan
suspensi atau larutan dari 5% DDT, 2% lindane atau 5% malathion. Tetapi lalat
bisa menjadi resisten terhadap insektisida. Disamping penyemprotan udara (space
spraying) bisa juga dilakukan;
·
Residual spraying dengan organo
phosphorus insecticides seperti : Diazinon 1%, Dibrom 1%, Dimethoote, malathion
5%, ronnel 1%, DDVP dan bayer L 13/59. Pada residual spraying dicampur gula untuk
menarik lalat;
·
Khusus untuk perusahaan-perusahaan
susu sapi dipakai untuk residual spraying diazinon, ronnel dan malathion
menurut cara-cara yang sudah ditentukan. Harus diperhatikan supaya tidak
terjadi kontaminasi makanan manusia, makanan sapi dan air minum untuk sapi, dan
sapi-sapi tidak boleh disemprot;
·
Tali yang diresapi dengan
insektisida (Inpregnated Cords) : Ini merupakan variasi dari residual spraying.
Tali-tali yang sudah diresapi dengan DDT digantung vertikal dari langit-langit
rumah, cukup tinggi supaya tidak tersentuh oleh kepala orang. Lalat suka sekali
hinggap pada tali-tali ini untuk mengaso, terutama pada malam hari. Untuk ini
dipakai:
o
Parathion: ini bisa tahan sampai 10
minggu
o
Diazinon: ini bisa tahan sampai 7
minggu
Karena
parathion sangat rentan untuk manusia, hanya orang-orang yang berpengalaman
dapat mengerjakannya dengan sangat hati-hati, dengan memakai sarung tangan dari
kain atau karet. Jika kulit terkontaminasi dengan parathion maka bagian kulit
yang terkena harus segara dibilas dengan air dan sabun (Khoirul, 2013).
Pembasmian dalam pengendalian vektor tidak mungkin
dapat dilakukan sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha
mengurangi dan menurunkan populasi ke suatu tingkat yang tidak membahayakan
kehidupan manusia, tetapi seharusnya dapat diusahakan agar segala kegiatan
dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Perlu
diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting
didasarkan prinsip dan konsep yang benar (Nurmaini, 2001).
B.
Tujuan
1. Mengetahui
populasi kepadatan lalat disuatu wilayah tertentu
2. Mengetahui
berapa pentingnya lalat sebagai vektor penyakit
C.
Cara Kerja
Alat dan Bahan
·
Fly grill
·
Counter
· Stopwatch
Prosedur Kerja
· Siapkan alat
dan bahan
· Letakkan fly
grill ditempat yang dianggap populasi lalat tinggi
· Hitung lalat
yang hinggap diatas fly grill
· Catat dan
masukkan ke dalam form penilaian
· Ulangi
ditempat yang berbeda sebanyak 4 titik yang berbeda
· Ambil hasil
dari 5 tertinggi kemudian dirata-rata
D.
Hasil dan
Pembahasan
Setiap pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali, lalu diambil liam
terbanyak kemudian dirata-rata. Kategori rata-rata lima tertinggi yaitu sebagai
berikut:
· 0-2 :
Rendah (tidak ada masalah)
· 3-5 : Sedang (perlu
dilakukan pengamatan tempat berbiaknya lalat)
· 6-20 : Tinggi
(populasi cukup padat dan perlu pengamanan tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin rencana pengendalian)
· > 21 :
Sangat tinggi (populasi padat dan perlu pengamanan tempat biaknya lalat dan tindakan pengendalian)
Berikut adalah hasil survei kepadatan lalat yang telah praktikan lakukan
dengan menggunakan alat fly grill pada 4 titik yang berbeda di dua tempat yang
dianggap sebagai sarang perkembangbiakan lalat:
WAKTU
|
TANGGAL
|
19/10/2015
|
|||||||
JAM
|
08.00 WIB
|
09.00 WIB
|
|||||||
LOKASI
|
TPS. Terminal Kartasura
|
Kandang Puyuh
|
|||||||
TITIK
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
JUMLAH LALAT YANG HINGGAP PADA FLY GRILL
|
30” ke-1
|
4
|
16
|
3
|
3
|
18
|
20
|
11
|
1
|
30” ke-2
|
10
|
9
|
2
|
2
|
18
|
24
|
7
|
0
|
|
30” ke-3
|
7
|
10
|
2
|
1
|
22
|
30
|
8
|
1
|
|
30” ke-4
|
7
|
7
|
4
|
0
|
17
|
24
|
10
|
0
|
|
30” ke-5
|
9
|
5
|
4
|
4
|
20
|
21
|
9
|
1
|
|
30” ke-6
|
7
|
2
|
3
|
2
|
12
|
26
|
12
|
2
|
|
30” ke-7
|
11
|
9
|
2
|
0
|
26
|
21
|
10
|
2
|
|
30” ke-8
|
9
|
6
|
1
|
1
|
18
|
24
|
14
|
2
|
|
30” ke-9
|
11
|
7
|
0
|
3
|
21
|
18
|
12
|
2
|
|
30” ke-10
|
9
|
8
|
1
|
0
|
20
|
22
|
12
|
2
|
|
JUMLAH LALAT
(5 TERTINGGI)
|
50
|
50
|
16
|
14
|
109
|
126
|
61
|
10
|
|
RATA-RATA
(5 TERTINGGI)
|
10
|
10
|
3,2
|
2,8
|
22
|
25,2
|
12,2
|
2
|
Berdasarkan hasil survei lalat tersebut, maka kategori rata-rata hasil
pengamatan adalah sebagai berikut:
·
Titik 1 TPS Terminal Kartasura:
Lokasi
selatan dari pusat (tengah) tps berjarak sekitar 20 kaki, masuk kedalam
kategori tinggi dimana terdapat 10 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan
dan hal ini perlu dilakukan pengawasan sekaligus perencanaan terhadap
pengendalian lalat ditempat tersebut.
·
Titik 2 TPS Terminal Kartasura:
Lokasi pusat
(tengah) tps, masuk kedalam kategori tinggi dimana terdapat 10 lalat dari
rata-rata yang telah dijumlahkan dan hal ini perlu dilakukan pengawasan
sekaligus perencanaan terhadap pengendalian lalat ditempat tersebut.
·
Titik 3 TPS Terminal Kartasura:
Lokasi timur
dari pusat (tengah) tps berjarak sekitar 16 kaki, masuk kedalam kategori sedang
dimana terdapat 3 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan dan hal ini perlu
dilakukan pengawasan terhadap tempat perkembangbiakan lalat.
·
Titik 4 TPS Terminal Kartasura:
Lokasi utara
dari pusat (tengah) tps berjarak sekitar 38 kaki, masuk kedalam kategori sedang
dimana terdapat 3 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan dan hal ini perlu
dilakukan pengawasan terhadap tempat perkembangbiakan lalat.
·
Titik 1 Kandang Puyuh:
Lokasi
lorong kandang puyuh berjarak sekitar 5 kaki dari pintu masuk kandang puyuh,
masuk kedalam kategori sangat tinggi dimana terdapat 22 lalat dari rata-rata
yang telah dijumlahkan dan hal ini perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat
perkembangbiakan lalat sekaligus melakukan pengendalian lalat ditempat
tersebut.
·
Titik 2 Kandang Puyuh:
Lokasi
lorong kandang puyuh berjarak sekitar 7 kaki dari pintu masuk kandang puyuh
(setelah 2 langkah dari pintu masuk belok ke kiri), masuk kedalam kategori
sangat tinggi dimana terdapat 25 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan
dan hal ini perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat perkembangbiakan lalat
sekaligus melakukan pengendalian lalat ditempat tersebut.
·
Titik 3 Kandang Puyuh:
Lokasi lorong
kandang puyuh berjarak sekitar 14 kaki dari pintu masuk kandang puyuh (setelah
7 langkah dari pintu masuk belok ke kiri), masuk kedalam kategori tinggi dimana
terdapat 12 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan dan hal ini perlu
dilakukan pengawasan sekaligus perencanaan terhadap pengendalian lalat ditempat
tersebut.
· Titik 4
Kandang Puyuh:
Lokasi
diluar kandang puyuh sebelah kiri dari pintu masuk, masuk kedalam kategori rendah
dimana hanya terdapat 2 lalat dari rata-rata yang telah dijumlahkan dan hal ini
tidak perlu dilakukan pengawasan karena tidak menjadi masalah dengan kondisi
kategorinya yang rendah.
Ada beberapa
peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur dan menghitung kepadatan
lalat, salah satunya adalah dengan menggunakan alat Fly grill. Pada tempat
praktik yang pertama yaitu di tps terminal Kartasura, fly grill diletakkan di
beberapa titik yang telah ditentukan kemudian didiamkan selama 30” sambil
dihitung jumlah lalat yang hinggap dengan menggunakan counter. Setelah itu
diambil 5 jumlah lalat terbanyak disetiap titiknya kemudian dirata-ratakan.
Kemudian
pada tempat praktik yang kedua adalah di kandang puyuh yang jaraknya juga tidak
jauh dari tps terminal kartasura. Dilakukan penghitungan dengan cara yang sama
dengan praktik pertama di beberapa titik yang berbeda di kandang puyuh
tersebut, kemudian diambil 5 jumlah dan dirata-ratakan.
E.
Simpulan
Berdasarkan
hasil praktikum yang didapat, populasi kepadatan lalat tertinggi terdapat
didalam Kandang Puyuh hal ini disebabkan karena kondisi suhu dan tempat hidup
yang disenangi lalat, selain itu warna dari fly grill juga dapat memengaruhi
perhitungan kepadatan lalat. Hal ini perlu dilakukan pengamanan terhadap
perkembangbiakan lalat sekaligus pelaksanaan pengendalian vektor lalat terhadap
tempat tersebut. Sedangkan pada lokasi tps Terminal Kartasura populasi kepadatan
lalat masih berada dibawah satu tingkat dari populasi kepadatan lalat di
Kandang Puyuh, hal ini disebabkan karena perhitungan yang kurang efektif yang
dilakukan bersamaan dengan aktivitas para pekerja pengelola tps Terminal
Kartasura tersebut.
F.
Saran
Masyarakat hendaknya lebih mengawasi kesehatan
lingkungannya dengan cara-cara sederhana seperti menutup makanan dengan tudung
saji, menutup jamban, penyediaan tempat pembuangan sampah yang beralaskan semen
sekaligus tertutup. Adapun pemberantasan terhadap populasi kepadatan lalat
disuatu daerah dilakukan oleh tangan-tangan yang berpengalaman dan handal.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
EGC
Chandra,
Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Khoirul,
Mutiana. 2013. Pengendalian dan
Pemberantasan Lalat. (Online, http://muntiana.
blogspot.co.id/2013/05/pengendalian-pemberantasan-lalat.html).Diakses
tanggal 24 Oktober 2015.
Nurmaini. 2006. Identifikasi, Vektor dan Binatang Pengganggu Serta
Pengendalian Anopheles Aconitus
Secara Sederhana. (Online, http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-Res3-ind.pdf.
Diakses tanggal 24 Oktober 2015.
LAMPIRAN
Gambar 1. Titik 1 TPS Terminal Kartasura. Gambar
2. Titik 2 TPS Terminal Kartasura.
Lokasi Selatan
dari Pusat TPS 20 kaki. Lokasi
Pusat TPS.
Gambar 3. Titik
3 TPS Terminal Kartasura. Gambar
4. Titik 3 TPS Terminal Kartasura.
Lokasi timur
dari pusat (tengah) tps berjarak Lokasi
utara dari pusat (tengah) tps
sekitar 16
kaki. berjarak
sekitar 38 kaki.
Gambar 5.
Titik 1 Kandang Puyuh Lokasi
Lokasi
lorong kandang puyuh berjarak sekitar
5 kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar