ESSAI
KVA (KEKURANGAN VITAMIN A)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Gizi Kesehatan
Masyarakat
Dosen Pengampu : Ibu Kartika
Disusun Oleh:
Anggi Putri Aria Gita J410140088
Arfiyanti Diah Witjaksani J410140094
Annisa Mayra Natammi J410140095
Ambar Sulistyaning J410140124
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi
ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang
pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan; kurangnya persediaan pangan; kurang
baiknya kualitas lingkungan (sanitasi); kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan; dan adanya daerah miskin gizi
(iodium). Sebaliknya, masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi,
menu seimbang, dan kesehatan.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan
zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat
buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung
pada berbagai faktor, seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas
fisik (Sunita, 2009:305).
Keberhasilan pemerintah dalam peningkatan produksi
pangan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) disertai dengan
perbaikan distribusi pangan, perbaikan ekonomi, dan peningkatan daya beli
masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Namun, empat
masalah gizi kurang yang dikenal sejak Pelita I, hingga sekarang masih ada walaupun
dalam taraf jauh berkurang (Sunita, 2009:307).
Empat masalah gizi kurang yang masih terjadi di
Indonesia antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB),
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan Kurang Vitamin A (KVA).
Kurang Vitamin A (KVA)
di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat
(xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala
nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat
subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam
darah di laboratorium. Hal tersebut yang melatarbelakangi tersusunnya essai
ini, sekligus memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Vitamin dan Vitamin A?
2. Apa
saja manfaat dan fungsi dari Vitamin A?
3. Apakah
yang dimaksud dengan KVA?
4. Apakah
penyebab terjadinya KVA?
5. Apakah
akibat dari KVA?
6. Bagaimanakah
cara pencegahan dan penanggulangan KVA?
7. Bagaimanakah
hasil analisa kasus-kasus mengenai KVA yang diambil dari berbagai jurnal?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian dari Vitamin dan Vitamin A
2. Mengetahui
manfaat dan fungsi Vitamin A
3. Mengetahui
yang dimaksud dengan KVA
4. Mengetahui
penyebab terjadinya KVA
5. Mengetahui
akibat dari KVA
6. Mengetahui
cara pencegahan dan penanggulangan KVA
7. Mengetahui
hasil analisa kasus-kasus mengenai KVA yang diambil dari berbagai jurnal
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Vitamin dan Vitamin A
Vitamin adalah senyawa organik yang
digunakan untuk mengatalisasi metabolisme sel yang berguna untuk pertumbuhan
dan perkembangan serta pertahanan tubuh (Aziz, 2008:44).
Vitamin merupakan zat-zat organik
kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat
dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin
termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap
vitamin mempunya tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat
organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Sunita, 2009:151).
Vitamin A adalah vitamin larut
lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik
yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang
mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol (Sunita, 2009:153).
Vitamin A, atau retinol
adalah suatu subtansi yang larut dalam lemak dan terdapat pada hati (terutama
hati ikan) dan pada kuning telur juga pada produk susu (Alfred, 2005:3).
B.
Manfaat
dan Fungsi Vitamin A
Menurut Penniston (2006) manfaat vitamin
A dalam bukunya yang berjudul The acute and chronic toxic effects of vitamin A, “Vitamin A does much more than help you
see in the dark. It stimulates the production and activity of white blood
cells, takes part in remodeling bone, helps maintain the health of endothelial
cells (those lining the body’s interior surfaces), and regulates cell growth
and division. This latter role had researchers exploring for years the
relationship between vitamin A and cancer. Specifically, researchers looked at
whether people could reduce their cancer risk by taking supplements of
beta-carotene, one of several precursor compounds that the body can transform
into vitamin A, or by taking the active form of vitamin A (also called retinol
or preformed vitamin A). Several studies and randomized trials have dashed this
hypothesis”
Vitamin A tidak hanya membantu Anda melihat dalam
gelap. Ini merangsang produksi dan aktivitas sel-sel darah putih, mengambil
bagian dalam renovasi tulang, membantu menjaga kesehatan sel-sel endotel
(lapisan permukaan interior tubuh), dan mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel.
Peran yang terakhir ini membuat peneliti mengeksplorasi selama bertahun-tahun
hubungan antara vitamin A dan kanker. Secara khusus, peneliti melihat apakah
orang bisa mengurangi risiko kanker mereka dengan mengambil suplemen
beta-karoten, salah satu dari beberapa senyawa prekursor bahwa tubuh dapat
berubah menjadi vitamin A, atau dengan mengambil bentuk aktif dari vitamin A
(juga disebut retinol atau preformed vitamin). Beberapa penelitian dan
percobaan acak telah mengarah ke hipotesis ini.
Tubuh
memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan memperlancar
proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam lemak, vitamin
A membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga dan melindungi
mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Fungsi
lain yang dimiliki oleh vitamin A antara lain, berperan dalam fungsi
kekebalan, perkembangan jantung, perkembangan ginjal dan saluran kencing, diafragma, paru dan saluran nafas atas serta aliran udara. Karena fungsi tersebut, vitamin A sangat bagus dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
C.
Definisi
Kurang Vitamin A (KVA)
Menurut Arisman (2005), Kurang Vitamin A (KVA)
merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi
keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna.
Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan
gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia
lima tahun. KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
D.
Penyebab Terjadinya Kurang Vitamin A (KVA)
Penyebab
terjadinya defisiensi vitamin A bisa sangat kompleks, dan tergantung pada jenis
vitamin dan provitamin (terutama β-karoten) yang dicerna, juga dan tergantung
pada penyerapan, pengangkutan dan kapasitas penyimpanan dan kebutuhan metabolik
individu (Alfred, 2005:15).
Pada
umumnya defisiensi vitamin A yang penting secara klinis yang menyebabkan
peningkatan mortalitas atau kebutaan adalah terutama merupakan penyakit
anak-anak kecil, kebanyakan dari mereka berasal dari masyarakat pedesaan yang
miskin dan perkampungan kumuh di kota. Anak usia sekolah yang lebih besar dapat
menderita defisiensi yang lebih ringan dan akibat yang lebih sedikit.
Arisman (2005)
menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati
dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis
yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A
diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi
jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang
terkait dengan: kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber
vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih
lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang
mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain
karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan
transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
E.
Akibat Kekurangan Vitamin A
Kekurangan
(defisiensi) vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-tanda
kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan vitamin A
dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan
sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan
yang meningkat, ataupun gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan
vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP),
penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena
kekurangan asam empedu.
Kekurangan
vitamin A banyak terdapat di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia,
karena makanan kaya vitamin A pada umumnya mahal harganya.
1. Perubahan pada Mata
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO
sebagai berikut :
Ø Buta Senja
= XN
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang
retina. Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya yang terang. Penglihatan menurun
pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat lingkungan yang kurang
cahaya.
Ø Xerosis
Konjunctiva = XI A
Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau
terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar
dan kusam.
Ø Xerosis
Konjunctiva dan Bercak Bitot = XI B
Gejala XI B adalah tanda-tanda XI A
ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju
terutama celah mata sisi luar. Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel
epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat. Dalam keadaan
berat tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh
permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal, berlipat dan berkerut.
Ø Xerosis
Kornea = X2
Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea,
kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Ø Keratomalasia
dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea.Keratomalasia dan tukak kornea
dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan
membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat
memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui
tahap-tahap awal xeroftalmia.
Ø Xeroftalmia
Scar (XS)
Jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi putih
atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan
meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta
yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
Ø Xeroftalmia Fundus (XF)
Tampak seperti cendol
XN, XI A, XI B, X2 biasanya dapat sembuh
kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan
gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi
keratomalasia. X3A dan X3 B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan
meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada
kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah
xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta
mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara
umum.
2. Infeksi
Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehingga
mudah terserang infeksi. Disamping itu lapisan sel yang menutupi trakea dan
paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah
dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau virus dan menyebabkan infeksi saluran
pernapasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus akan menyebabkan diare.
Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi
pada ginjal dan kantong kemih, serta vagina. Perubahan ini dapat pula
menigkatkan endapan kalsium yang dapat menyebabkan batu ginjal dan gangguan
kantung kemih. Kekurangan vitamin A pada anak-anak disamping itu dapat
menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin A
dinamakan juga vitamin anti-infeksi.
3. Perubahan pada Kulit
Kulit
menjadi kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar, meneras dan mengalami
keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis folikular. Mula-mula terkena lengan
dan paha kemudian dapat menyebar ke seluruh tubuh. Asam retinoat sering
diusapkan ke kulit untuk menghilangkan kerutan kulit, jerawat, dan kelainan
kulit lain.
4. Gangguan Pertumbuhan
Kekurangan
vitamin A menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel-sel tulang. Fungsi
sel-sel yang membentuk email pada gigi terganggu dan terjadi atrofi sel-sel
yang membentuk dentin, sehingga gigi mudah rusak.
5. Lain-lain
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah keratinisasi sel-sel rasa
pada lidah yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan, dan anemia (Sunita, 2009:163-166).
F.
Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan
Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi
dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk
kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan
daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit
infeksi lain) (Depkes RI, 2009).
Adapun Pencegahan untuk mengurangi
kasus terjadinya Kurang Vitamin A (KVA) yaitu upaya meningkatkan konsumsi bahan
makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dini
kepada calon ibu hamil dan menyusui, karena ibu hamil dan bakal anak cenderung
lebih mudah terkena kasus dari KVA, oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk
memberikan vitamin A setelah sang ibu melahirkan. Namun disadari, kepatuhan
individu terhadap apa yang didapat dari upaya preventif tim kesehatan masih
sangatlah minim. Oleh karenanya, fokus dari penanggulangan KVA masih bertumpu
pada pemberian dosis tinggi dari vitamin A.
Sasaran program penanggulangan kekurangan Vitamin A adalah anak-anak
pra-sekolah di sejumlah propinsi yang diidentifikasi sebagai daearah rawan
kekurangan Vitamin A. Untuk mencapai sasaran tersebut maka dilakukan pembagian
kapsul Vitamin A dosis tinggi setiap enam bulan sekali melalui kegiatan UPGK,
UPGK Intensif, Puskesmas dan saluran distribusi khusus. Selain itu ditingkatkan
pula konsumsi makanan yang kaya Vitamin A melalui pendidikan gizi yang intensif
dan pemanfaatan pekarangan rumah tangga dan desa (Suhardjo, 2005:80).
Ada
3 macam cara intervensi defisiensi vitamin A:
1. Pemberian vitamin A dosis tinggi (200.000
S.I. dengan atau tanpa 40 S.I. vitamin E) secara oral dua kali tiap tahunnya.
Harga kapsel relatif murah akan tetapi biaya operasionilnya mahal dan
memerlukan partisipasi rakyat yang luas.
2. Meningkatkan konsumsi vitamin A/provitamin A.
Hal ini akan berhasil baik, jika disertai juga pendidikan gizi dan kesehatan,
penyuluhan pertanian, serta peningkatan keadaan sosial-ekonominya.
3. Fortifikasi vitamin A dalam bahan makanan
yang dipakai sehari-hari. Filipina memakai MSG, Guatemala memakai gula,
sedangkan Husaini telah mencobanya dengan garam di daerah Bogor dengan hasil
yang cukup memuaskan (Pudjiadi, 2005:164).
Tujuan
pemberian vitamin A tidak saja untuk mengobati defisiensi vitamin A akan tetapi
juga untuk mempertinggi persediaan vitamin A dalam hepar. Preparat vitamin A
yang dianjurkan pada pengobatan maupun prevensi, ialah:
1. Untuk secara oral: oil-based solution retinol palmiat atau asetat, sebagai kapsel atau
cairan, dengan atau tanpa tambahan vitamin E.
2. Untuk secara intra-muskulus: water miscible retinol palmiat.
Penderita gizi-kurang dengan kelainan mata yang dapat diduga disebabkan
oleh infeksi akan tetapi tidak sembuh dengan pemberian antibiotika atau yang
sedang menderita penyakit campak seyogyanya diberi vitamin A disamping zat-zat
gizi lain (Pudjiadi, 2005:163).
G.
Hasil
Analisa Kasus-Kasus Mengenai KVA yang Diambil dari Berbagai Jurnal
Kelompok kami menganalisis jurnal Karya
Idrus Jus’at dkk. Jurnal tersebut berjudul “HUBUNGAN KEKURANGAN VITAMIN A
DENGAN ANEMIA PADA ANAK USIA SEKOLAH”.
Anemia, terutama anemia defisiensi besi,
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi anemia
masih tinggi pada kelompok risiko tinggi yaitu ibu hamil, menyusui, balita,dan
anak usia sekolah. Selain kekurangan zat besi dalam konsumsi makanan dan penyakit infeksi, berbagai faktor mempunyai
kontribusi relative terhadap anemia. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi relatif status retinol terhadap anemia pada anak usia sekolah.
Penelitian dilakukan di Tasikmalaya dan Ciamis pada 173 anak umur 5-9 tahun
dari keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia 14,5
persen, prevalensi kurang vitamin A (KVA) 10,9 persen. Konsumsi energi,
protein, zat besi, vitamin C, vitamin B folat, dan Seng masih di bawah AKG
(2004). Setelah dikontrol dengan asupan energi, protein, dan vitamin B anak
yang menderita KVA memiliki odds ratio 3,33 kali untuk menjadi anemia
(p=0.063, 95%, CI 0,93-11.84) dibandingkan anak yang tidak KVA.
Meskipun dinyatakan telah bebas dari Xeropthalmia,Indonesia
masih menghadapi masalah Kurang Vitamin A (KVA), terutama diantara kelompok
yang rentan seperti anak balita dan ibu hamil. Berdasarkan indikator subklinis
KVA, sekitar 50% anak balita menderita KVA. Hal ini menjadi sangat penting bagi
perkembangan kualitas sumber daya anak-anak karena situasi status vitamin A
yang marginal pada usia sangat dini akan meningkatkan berbagai risiko
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan pada usia selanjutnya. Kurang vitamin A
akan mempengaruhi berbagai fungsi penting tubuh, antara lain sistem imunitas,
penglihatan, sistem reproduksi dan pembelahan sel, sehingga dapat diperkirakan risiko terhadap
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dari seorang anak.
Menindaklanjuti
pernyataan tersebut, kelompok kami menganalisis sebuah jurnal karya Endang
Achadi, dkk. Jurnal berjudul “EFEKTIVITAS PROGRAM FORTIFIKASI MINYAK GORENG DENGAN VITAMIN A TERHADAP
STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DI KOTA MAKASAR”.
Di Indonesia, kekurangan Vitamin A masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang penting seperti terlihat pada balita penderita
vitamin A defisiensi subklinis yang tinggi (50%). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap
berbagai fungsi tubuh yang antara lain meliputi sistem imun, penglihatan,
sistem reproduksi dan diferensiasi sel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kontribusi konsumsi minyak yang diperkaya vitamin A dalam memperbaiki
status vitamin A dan hemoglobin balita. Penelitian dengan disain studi
intervensi Before-After ini dilaksanakan pada anak sehat berusia
7-10 tahun yang diberi obat cacing
sebelum intervensi dilakukan. Pengukuran
serum retinol dan hemoglobin dilakukan sebelum dan 3 bulan setelah intervensi . Minyak yang
difortifikasi vitamin A telah disediakan di warung/ toko di sekitar tempat tinggal
responden. Untuk meningkatkan demand,
penelitian ini dilengkapi dengan pendekatan pemasaran sosial yang dilakukan pihak lain. Secara umum tidak
terlihat perubahan status gizi, tetapi prevalensi anemia turun dari 21,8% menjadi 11,6%. Sementara, prevalens
vitamin A defisiensi ditemukan lebih
rendah pada anak yang mengkonsumsi = 12 minggu (26,6%) daripada yang
mengkonsumsi < 12 minggu (42%) . Hasil tersebut dapat dijadikan pertimbangan
untuk merekomendasikan agar minyak difortifikasi vitamin A.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Vitamin merupakan zat-zat organik
kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat
dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin
A, atau retinol adalah suatu subtansi yang larut dalam lemak dan terdapat pada
hati (terutama hati ikan) dan pada kuning telur juga pada produk susu.
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit
sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi
pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A
pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A
dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
Kekurangan
vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-tanda kekurangan
terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kurang vitamin A mengakibatkan
gangguan pada mata hingga menyebabkan kebutaan yang bersifat permanen, selain
itu juga individu yang mengalami kurang vitamin A akan mudah terinfeksi suatu
penyakit, gangguan pada pertumbuhan, perubahan kulit. Selain itu juga akan
mengakibatkan anemia dan keratinisasi sel-sel rasa pada lidah yang menyebabkan
berkurangnya nafsu makan.
Pencegahan
defisiensi vitamin A dapat dilakukan melalui proses Komunikasi Informasi
Edukasi (KIE) dengan sasaran utamanya adalah ibu hamil dan menyusui, adapun
penanggulangan kasus KVA yaitu memberikan dosis tinggi vitamin A, hal ini
terjadi akibat kurang kepatuhannya sasaran dalam menerapkan apa yang didapat
dari upaya preventif tim kesehatan. Untuk individu yang telah mengalami akibat
dari defisiensi vitamin A, akan dilakukan pengobatan lanjut agar tidak terjadi
keparahan.
B.
Saran
Kurangnya
mengonsumsi vitamin A terjadi karena minimnya kesadaran masyarakat terhadap
kesehatannya masing-masing. Untuk mencegah dan menanggulangi agar tidak terjadi
peningkatan pada kasus Kurang Vitamin A (KVA), hendaknya masyarakat menjalankan
pola hidup sehat dengan mengonsumsi berbagai sumber gizi yang berkecukupan
tanpa berlebihan. Khususnya vitamin A. Dengan perilaku yang demikian,
masyarakat diharapkan mampu membantu negaranya dengan mengurangi morbiditas penyakit
akibat dari kekurangan vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. 2005. Gizi
Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Endang Achadi. 2010. Efektivitas Program Fortifikasi Minyak
Goreng Dengan Vitamin A Terhadap Status Gizi Anak Sekolah di Kota Makasar. Universitas Indonesia. Volume 4, No.6.
Idrus Jus’at
dkk. 2013. Hubungan Kekurangan Vitamin A
dengan Anemia pada Anak Usia Sekolah.
Universitas Esa Unggul. Volume 36, No.1.
Penniston KL, Tanumihardjo SA. 2006. The Acute And Chronic Toxic Effects Of
Vitamin A. Am J Clin Nutr.
Pudjiadi, Solihin. 2005. Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sommer, Alfred. 2005. Defisiensi Vitamin A dan Akibatnya: Panduan
Lapangan Untuk Deteksi dan Pengawasa. Jakarta: EGC.
Suhardjo. 2005.
Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar