Jumat, 18 Desember 2015

MAKALAH TATANAN PROMKES DI SEKOLAH



ANALISA TATANAN PROMOSI KESEHATAN PADA SEKOLAH UMUM DAN SEKOLAH LUAR BIASA DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Promosi Kesehatan


Dosen Pengampu : Tanjung Anitasari I.K. S.K.M., M.Kes







Disusun Oleh:
Arfiyanti Diah Witjaksani              J410140094
Diyah Dwi Astuti                             J410140100
Novita Widiyawati                          J410140104
Heti Kustrini                                     J410140106
Ria Fitri Agustiani                           J410140113
Dina Rachmatina                            J410140123


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya di dominasi oleh perorangan, akan tetapi juga harus dimiliki oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Dalam UU Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, “ Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Hal ini berarti bahwa kesehatan pada diri seseorang atau individu itu mencakup aspek fisik, mental, spiritual dan sosial demi tercapainya keadaan yang sejahtera bagi seseorang baik dengan produkivitasnya dan juga ekonominya.
Sejalan dengan itu menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan, faktor  perilaku, faktor  keturunan dan faktor pelayanan kesehatan. Dari ke-4 faktor tersebut, faktor ke-2 yaitu faktor perilaku sangat berpengaruh dalam kesehatan seseorang, terutama dalam penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baik dilingkungan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi sehat tidak serta merta terjadi, tetapi harus senantiasa kita upayakan dari yang tidak sehat menjadi hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang sehat. Upaya ini harus dimulai dari menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita kepada masyarakat dan harus dimulai dan diusahakan oleh diri sendiri. Upaya ini adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya sebagai satu investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Dalam mengupayakan perilaku ini dibutuhkan komitmen bersama-sama saling mendukung dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya keluarga sehingga pembangunan kesehatan dapat tercapai maksimal.
PHBS juga merupakan salah satu kondisi yang ingin dicapai pada tahun 2010. Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Adapun tatanan PHBS yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan ada lima antara lain: Tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-tempat Umum.
Tulisan ini khusus membahas upaya promosi kesehatan di sekolah yang merupakan salah satu tatanan PHBS. Adapun fokus analisa terletak pada sekolah umum dan sekolah luar biasa yang diharapkan mampu menjadi agen pembaharuan yang dapat menyampaikan informasi kesehatan yang diperolehnya di sekolah ke tatanan rumah tangga mereka.
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan Promosi Kesehatan?
2.   Apa Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS?
3.   Apa Tujuan PHBS?
4.   Bagaimana Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah?
5.   Bagaimana Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara Berkembang?
6.   Bagaimana Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Negara Berkembang?
7.   Bagaimana Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara Maju
dan Berkembang serta PHBS Tatanan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan
Berkembang.
C.     Tujuan
1.    Mengetahui Definisi Promosi Kesehatan.
2.    Mengetahui Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS.
3.    Mengetahui Tujuan PHBS.
4.    Mengetahui Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah.
5.    Mengetahui Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara
Berkembang.
6.    Mengetahui Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di di Negara Maju dan Negara
Berkembang.
7.    Mengetahui Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara Maju
dan Berkembang serta PHBS Tatanan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan
Berkembang.





BAB II
PEMBAHASAN



A.   Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni praktisi atau aplikasi pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain. Ini artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnya pemberantasan penyakit menular/tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan lain sebagainya sangat perlu ditunjang serta didukung oleh adanya promosi kesehatan.
Promosi kesehatan bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. Dalam hal ini organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi mengenai promosi kesehatan : “Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope with the environment“.
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan tersebut diatas bahwa Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).
Selanjutnya, Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada promosi kesehatan sebagai berikut : “Health promotion is programs are design to bring about “change” within people, organization, communities, and their environment ”. Artinya bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,1998). Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat; Artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat, bahkan semua komponen masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses pembelajaran tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk kebijakan dan peraturan perundangan.

B.     Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS
Usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah merupakan aspek pokok pada kesehatan masyarakat. Salah satu aspek yaitu Promotif memiliki sasaran promosi kesehatan yaitu bagi kelompok orang yang sehat, maksudnya disini agar orang-orang yang sehat tidak mengalami keadaan yang namanya sakit, karena derajat kesehatan seseorang itu dinamis, meskipun seseorang sudah dalam kondisi sehat, tetapi perlu ditingkatkan dan dibina kesehatannya.
Peningkatan dan pembinaan kesehatan bisa dimulai dari diri sendiri, kemudian ke orang lain (keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar), salah satunya yaitu dengan Penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan.
C.     Tujuan PHBS
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) memiliki tujuan yaitu  meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Adapun tatanan PHBS yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan ada lima antara lain: Tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-tempat Umum.
Sekolah sebagai suatu tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas lainnya. Sebagai tatanan PHBS indikator yang harus diamati dikelompokkan menjadi 2 yaitu perilaku dan lingkungan. Indikator perilaku meliputi: 1) kebersihan pribadi, 2) tidak merokok, 3) olah raga teratur dan 4) tidak menggunakan Napza. Sedangkan dari segi lingkungan meliputi: 1) ada jamban, 2) ada air bersih, 3) ada tempat sampah, 4) ada saluran pembuangan air limbah (SPAL), 5) ventilasi, 6) kepadatan, 7) ada warung sehat, 8) ada UKS dan 9) ada taman sekolah.

D.     Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah
Dalam melaksanakan gerakan promosi kesehatan, dirumuskan lima kegiatan kunci yang dapat meningkatkan status kesehatan yang dikutip dari The Ottawa Charter for Health Promotion, yaitu:
1.   Pemantapan kegiatan masyarakat.
2.   Menciptakan kebijakan yang berwawasan kesehatan.
3.   Menciptakan lingkungan yang mendukung hidup sehat.
4.   Mengembangkan ketrampilan individu.
5.   Melakukan reorientasi pelayanan kesehatan.
Strategi yang dilaksanakan guna mendukung kegiatan kunci tersebut adalah :
1.   Strategi Advokasi dilakukan dengan pengembangan kebijakan yang mendukung pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik kalangan pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat.
2.   Strategi Bina Suasana dilakukan dengan a) Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerjasama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa.   b) Pengembangan penyeleggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal yang mendukungan penyelenggaraan penyuluhan.
3.   Strategi Gerakan Masyarakat dilakukan dengan a). Pendekatan kepada kelompok sasaran; b). Kegiatan penyuluhan langsung atau melalui media, baik kepada perorangan, kelompok maupun masyarakat luas; c).  Pengkajian masalah di daerah binaan PHBS; d). Pelatihan/orientasi bagi petugas kesehatan Lintas sektor, Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kelompok Profesi.
Promosi kesehatan  sekolah yang dilakukan mencakup:
1.   Peningkatan status kesehatan semua anggota di lingkungan sekolah.
2.   Berkaitan dengan apa yang diajar di kelas untuk mencapai status kesehatan sekolah di luar sekolah.
3.   Mengidentifikasi peran penting ruang lingkup pendidikan fisik dan kesehatan dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
4.   Mengidentifikasi pengaruh nilai-nilai budaya sekolah, lingkungan sosial dan fisik untuk mewujudkan kesehatan siswa dan staf sekolah.
5.   Memberi pnghargaan kepada orang tua dan anggota masyarakat lain yang telah memberi kontribusi untuk kesehatan bagi masyarakat sekolah.
Dalam melaksanakan promosi kesehatan di sekolah tiga komponen penting yang saling terkait adalah kurikulum kesehatan sekolah (School health curriculum),  lingkungan kesehatan sekolah (school health environment) dan keterlibatan orang tua dan masyarakat (parent and community involvement).
E.     Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara Berkembang
1.   Negara Maju
Pemerintah Inggris Raya menyadari betul pentingnya peran sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan kesehatan, sehingga, mereka mengembangkan suatu program komprehensif yang dikenal sebagai National Healthy Schools Programmes (NHSP). Untuk mendapatkan status sebagai Sekolah Sehat, sekolah wajib mengembangkan, mempertahankan sekaligus meningkatkan keberlangsungan empat kegiatan pokok Sekolah Sehat yaitu 1). Pendidikan Individu, Sosial dan Kesehatan (PSHE) termasuk didalamnya pendidikan seks dan reproduksi (SRE, Sexual and Reproductive Education) dan pendidikan mengenai obat-obat terlarang; 2). Kebiasaan Makan Sehat; 3). Aktivitas fisik teratur, dalam hal ini adalah olahraga serta; 4). Kesejahteraan dan Kesehatan mental. Pemerintah menyediakan rambu-rambu, namun pelaksanaannya di lapangan disarankan menyesuaikan dengan situasi dan kebutuhan sekolah. Sehingga, program NHSP bervariasi, independen, kreatif dan fleksibel.
Tidak seperti di Indonesia, salah satu syarat mendapatkan pengakuan Sekolah Sehat, adalah terselenggaranya pendidikan kesehatan sebagai salah satu mata pelajaran di SD di Inggris Raya yang dikenal sebagai PSHE. PSHE sudah menjadi bagian dari kurikulum nasional Sekolah Dasar di Inggris Raya selama lebih dari 10 tahun, walaupun saat ini tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib. PSHE didefinisikan sebagai suatu program terstruktur yang mencakup pengalaman dan kesempatan belajar yang akan membantu anak-anak dan generasi muda tumbuh dan berkembang sebagai individu, anggota keluarga, serta bagian dari komunitas social dan ekonomi (PSHE Education Strategic Partners Group dalam Thorpe et al., 2006).
2.   Negara Berkembang
Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan sekolah menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekolah melalui 3 kegiatan utama (a). penciptaan lingkungan sekolah yang sehat, (b). pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan (c) upaya pendidikan yang berkesinambungan. Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilah TRIAS UKS.
Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu cukup lama. Jumlah usia 7-12 berjumlah 25.409.200 jiwa dan sebanyak 25.267.914 anak (99.4%) aktif dalam proses belajar. Untuk kelompok umur 13-15 thn berjumlah 12.070.200 jiwa dan sebanyak 10.438.667 anak (86,5%) aktif dalam sekolah (Depdiknas, 2008). Dari segi populasi, promosi kesehatan di sekolah dapat menjangkau 2 jenis populasi, yaitu populasi anak sekolah dan masyarakat umum ataupun keluarga.
Apabila promosi kesehatan ditujukan pada usia sampai dengan 12 tahun saja, yang berjumlah sekitar 25 juta, maka mereka akan mampu menyebarluaskan informasi kesehatan kepada hampir 100 juta populasi masyarakat umum yang terpajan promosi kesehatan.
Sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak, sebab di sekolah seorang anak dapat mempelajari berbagai pengetahuan termasuk kesehatan. Promosi kesehatan di sekolah membantu meningkatkan kesehatan siswa, guru, karyawan, keluarga serta masyarakat sekitar, sehingga proses belajar mengajar berlangsung lebih produktif.
Dalam promosi kesehatan sekolah, keluarga anak sekolah dapat dipandang sebagai 2 aspek yaitu:
a).   Sebagai pendukung keberhasilan program promosi kesehatan di sekolah (support side).
b).   Sebagai pihak yang juga memperoleh manfaat atas berlangsungnya promosi kesehatan di sekolah itu sendiri (impact side).
Pada segi pendukung keberhasilan, promosi kesehatan di sekolah seringkali akan lebih berhasil jika mendapat dukungan yang memadai dari keluarga si murid. Hal terkait dengan intensitas hubungan antara anak dan keluarga, dimana sebagian besar waktu berinteraksi dengan keluaraga lebih banyak. Pada segi pihak yang turut memperoleh manfaat, peran orang tua yang memadai, hangat, membantu serta berpartisipasi aktif akan lebih menjamin keberhasilan program promosi kesehatan. Sebagai contoh bila di sekolah dilakukan kampanye perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun kemudian dirumah orang tua juga menyediakan fasilitas CTPS, maka perilaku anak akan lebih lestari (sustainable). Bentuk dukungan orang tua ini meyakinkan bahwa tindakan cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan yang benar, baik di sekolah maupun di rumah.
F.     Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Negara Berkembang
1.   Negara Maju
Jepang merupakan salah satu negara maju yang dimana penyandang disabilitas bukanlah sesuatu yang asing atau diasingkan. Berbagai fasilitas pendukung dibangun untuk para penyandang disabilitas, mulai fasilitas di transportasi publik, jalanan, sekolah, bahkan lapangan pekerjaan juga disiapkan untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Jepang termasuk negara dengan jumlah penyandang disabilitas yang cukup banyak di Asia. Di tahun 1999 sekitar 5,9% dari total penduduk Jepang merupakan penyandang disabilitas. Dalam data terbaru yang dilansir pemerintah Jepang, disebutkan bahwa sekiranya 1 dari 20 orang di Jepang menyandang disabilitas baik fisik ataupun mental. Mungkin juga hal ini yang mendasari pemerintah dan warga negara ini menjadi sangat concern dengan nasib para penyandang disabilitas.
Berbagai fasilitas publik disiapkan, sekolah-sekolah luar biasa dibangun dengan sistem dan fasilitas memadai, para pengajar khusus dilatih dan diberdayakan untuk mengajar para siswa luar biasa tersebut, teknologi dibuat khusus untuk memfasilitasi mereka, dan yang paling penting mental warga dibentuk untuk menerima keberadaan mereka tanpa adanya diskriminasi ataupun pandangan negatif lainnya pada para penyandang disabilitas. Kesiapan sistem dan pola pikir masyarakat tersebutlah yang mendukung para penyandang disabilitas disini dapat menjalani kehidupan yang nyaris sama dengan warga normal pada umumnya. Bahkan cukup banyak penyandang disabilitas fisik dan mental yang dapat menjalani keseharian dan kehidupannya tanpa bantuan dari orang lain (Ayuningtyas, 2014).
2.   Negara Berkembang
Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat secara nasional maupun sebarannya pada masing-masing provinsi belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau 361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak. Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain: tunanetra, Tunarungu/Tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD), autisme dan tunaganda, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda pula.
UKS di SLB merupakan bagian dari UKS secara keseluruhan yang harus dikembangkan sejajar dengan UKS di sekolah-sekolah umum seperti TK dan RA, SD dan MI, SMP dan MTs serta SMA dan MA, SMK dan MAK, namun kenyataannya sebagian besar SLB di Indonesia saat ini belum memiliki sarana dan prasarana pelayanan kesehatan UKS yang memadai. Pelaksanaan kegiatan UKS di SLB juga masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaksanaan UKS di sekolah-sekolah umum.
Sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah kesehatan di SLB masih terbatas, sehinggaharus mendapat perhatian dari pemerintah (Dinas terkait). Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberdayaan guru dan siswa yang “mampu” di sekolah, misalnya dengan memberikan pelatihan tentang kesehatan dan UKS, menyediakan buku-buku pedoman, poster dan leaflet. Kegiatan ini menjadi tanggung jawab Dinas terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pembinaan kesehatan anak dalam program pembangunan kesehatan difokuskan untuk menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas hidup anak. Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak, dikembangkan dan dilaksanakan berbagai program kesehatan anak tanpa adanya diskriminasi, yang berarti memberikan pelayanan kesehatan kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat, baik yang berada di Sekolah Luar Biasa atau di institusi lainnya, maupun yang ada di masyarakat.

G.    Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara Maju dan Berkembang serta PHBS Tatanan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Berkembang
1.    Sekolah Umum di Negara Maju dan Berkembang
Keberadaan PSHE dalam Kurikulum merupakan salah satu program National Healthy School yang bertujuan untuk mendukung anak dan generasi muda mengembangkan perilaku sehat, meningkatkan prestasi akademik, mengurangi kesenjangan kesehatan serta memperkuat ikatan antara dunia pendidikan dengan kesehatan (Morrison et al., 2002, Warwick et al., 2005, Sinnot, 2005). NHSP merupakan salah satu contoh keberhasilan pendekatan the whole-school dalam pendidikan kesehatan (Schagen et al., 2005).
Sampai akhir tahun 2011, lebih dari 97% sekolah di Inggris telah mengikuti NHSP dan lebih dari 70% diantaranya berhasil mencapai penghargaan yang dikenal sebagai Healthy Schools Status/HSS (Thorpe et al., 2002 and Thurston, 2006).
Dengan meraih gelar sekolah sehat, sekolah tersebut telah memenuhi kriteria mampu menyelenggarakan kurikulum Pendidikan Kesehatan yang terkelola dengan baik. Sekolah dengan gelar HSS juga pada akhrinya mampu membawa anak didik mereka meraih hasil belajar yang optimal dan tim pengajar yang professional. Seperti di Grafton dan Cheddington Primary Schools yang telah mendapat gelar Sekolah Sehat, laporan Badan Akreditasi Sekolah Inggris (OFSTED) memberikan mereka akreditasi sempurna dan menunjukkan hasil belajar anak didik yang baik. Selain itu, di kedua sekolah tersebut juga melaporkan dengan program Sekolah Sehat, manfaat yang lain yang bisa diambil yaitu terjalinnya ikatan kuat saling menguntungkan antara sekolah, orang tua dan komunitas masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi, mereka merasakan keberhasilan Sekolah Sehat membantu peningkatan kinerja manajemen sekolah. Jadi, penerapan PSHE dalam kurikulum Sekolah Dasar penting karena bukan hanya berkontribusi besar pada kesehatan dan pencapaian prestasi anak didik, namun juga bermanfaat pada kesejahteraan dan keselamatan anak, membekali anak dengan membangun karakter individu, keterampilan sosial yang berguna untuk masa depannya, serta membentuk nilai-nilai kemandirian dan tanggung jawab. Kesemua manfaat tersebut memberikan mereka pondasi untuk menjadi orang tua, pekerja bahkan pemimpin di masa depan.
Melirik sekolah-sekolah di negara tetangga Indonesia, sebut saja di Singapura, Malaysia, atau Australia, tentunya Indonesia sudah ketinggalan jauh dengan proses pembelajaran, fasilitas dan lingkungan sekolah mereka yang nyaman. Terlebih, siswa di sana juga mendapatkan kewajiban yang mengikat untuk sama-sama merawat lingkungan di sekitar sekolah. Mungkin itu sebabnya siswa-siswi di negara-negara tetangga lebih berkualitas secara rata-rata daripada di Indonesia.
Jika mencari korelasi antara lingkungan sekolah yang nyaman dengan prestasi siswa di sekolah, maka didapatlah fakta bahwa proses belajar mengajar itu memerlukan ruang dan lingkungan pendukung untuk dapat membantu siswa dan guru agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Hal tersebut dikarenakan belajar memerlukan kondisi psikologi yang mendukung. Jika para siswa belajar dalam kondisi yang menyenangkan dengan kelas yang bersih, udara yang bersih, dan sedikit polusi suara, niscaya tingkat prestasi para siswa juga akan naik.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pembinaan dan pengembangan program promosi kesehatan di sekolah ialah:
·         Perilaku hidup bersih dan sehat belum mencapai pada tingkat yang diharapkan, disamping itu ancaman sakit terhadap murid sekolah masih cukup tinggi dengan adanya penyakit endemis dan kekuarangan gizi.
·         Masalah kesehatan anak usia sekolah yang masih banyak terjadi di Indonesia antara lain:
- Sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan seperti jamban sehat dan air
   bersih
- Meningkatnya pecandu narkoba dan remaja yang merokok
- Kesehatan reproduksi remaja
·         Peningkatan sumberdaya manusia
- Kurangnya guru yang menangani program promosi kesehatan di sekolah
- Kader kesehatan sekolah perlu dilatih dalam bidang pendidikan dan pelayanan
  kesehatan
·         Terbatasnya sarana dan prasarana program promosi kesehatan di sekolah.
·         Pencatatan dan pelaporan yang masih lemah.
·         Kurang lancarnya koordinasi, informasi, sinkronisasi dan sosialisasi.
·         Dukungan kelembagaan dan program terutama dalam hal perlunya institusi yang jelas menangani program kesehatan di sekolah dan pentingnya penetapan standar pelayanan minimum.
2.    Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Berkembang
Sama halnya dengan permasalahan-permasalahan promosi kesehatan di sekolah umum. Sekolah penyandang cacat atau SLB memiliki sarana-prasarana yang tidak memadai untuk memfasilitasi penyandang cacat yang membutuhkan, ditambah lagi dengan sumber daya manusia yang bekerja disektor kesehatan yang terbatas untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Belum lagi adanya diskriminasi terhadap anak penyandang cacat dari masyarakat. Hal ini semakin sulit untuk meningkatkan promosi kesehatan pada sektor pendidikan luar biasa (SLB). Padahal jelas, Undang–Undang Republik Indonesia No.4 tahun 1997, tentang Penyandang Cacat, menyatakan bahwa penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Hak tersebut diperjelas dalam Undang–Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa semua anak termasuk anak penyandang cacat mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk didengar pendapatnya.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis dan bermartabat. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain. Oleh karena itu pelayanan kesehatan terhadap anak penyandang cacat yang ada di Sekolah Luar Biasa (SLB) harus dilaksanakan sama dan setara seperti yang diberikan pada anak-anak lainnya.















BAB III
PENUTUP


A.     Simpulan
Mengenai analisa promosi kesehatan pada tatanan sekolah umum serta sekolah luar biasa di Indonesia dengan beberapa negara maju, Indonesia sudah ketinggalan jauh dengan proses pembelajaran, fasilitas, permasalahan sumber daya manusia yang tidak kompeten dalam mendukung kesehatan anak penyandang disabilitas, adanya diskriminasi masyarakat terhadap penyandang disabilitas dan lingkungan sekolah yang nyaman yang dimiliki oleh negara-negara maju. Terlebih, siswa di sana juga mendapatkan kewajiban yang mengikat untuk sama-sama merawat lingkungan di sekitar sekolah. Mungkin itu sebabnya siswa-siswi di negara-negara tetangga lebih berkualitas secara rata-rata daripada di Indonesia.
B.     Saran
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain.












DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas. 2014. Disabilitas Antara Jepang dan Indonesia. (Online, http://www.kompasiana.com/ipit.ayuningtyas/disabilitas-antara-jepang-dan-indonesia_54f8363aa33311f2608b4eb4). Diakses tanggal, 30 November 2015.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pusat Promosi Kesehatan, Promosi Kesehatan Sekolah. Jakarta.
Morrison, M. et al. 2002. Joined-up thinking in theory and practice: the case of healthy schools. Curriculum Journal. 13(3): 313-337.
Schagen, S. Blenkinsop, S. Schagen, I., Scott, E., Eggers, M., Warwick, I., Chase, E. & Aggleton, P. 2005. Evaluating the impact of the National Healthy School Standard: using national datasets. Health Education Research. 20(6): 688-696.
Thorpe, G., Kirk, S., Whitcombe, D. 2002. The impact of the National Healthy School Standard on school effectiveness and improvement. Research Brief RBX09-02, London: DfES.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar